Jumat, 25 November 2011

Penjelasan Mengenai UU No.14 Tahun 2005 tentang UU Bahasa

Mata Kuliah         : Profesi Kependidikan Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Drs. Sukamto, M.Pd.

Penjelasan UU No. 14 Tahun 2005 tentang UU Bahasa

Bab 1
pasal 1 ayat 2

Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penjelasan :
Bahasa resmi nasional : semua kegiatan dilakukan oleh seluruh warga negara Indonesia menggunakan bahasa nasional

Pasal 1 ayat 6

Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penjelasan :
Bahasa daerah : bahasa yang digunakan sekelompok masyarakat tertentu.

Namun pada kenyataannya bahasa daerah tidak digunakan secara turun-temurun.  Bahasa China digunakan dalam bahasa daerah. Maka akan ada kemungkinan bahasa China menjadi satu diantara bahasa daerah di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari segi budaya, misalnya budaya naga yang ada pada masyarakat China dengan masyarakat Jawa. Hanya saja masyarakat China menunjukkan wujud naga, sedangkan masyarakat Jawa hanya dalam bentuk konsep.

Pasal 1 ayat 7

Bahasa asing adalah bahasa selain Bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

Penjelasan :
Jadi, bahasa asing tidak sama dengan bahasa daerah.
Pasal 3

Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan bertujuan untuk:
a. memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

     Penjelasan :
Menjunjung bahasa persatuan, maksudnya adalah memperkuat persatuan. Dengan bisa bersatu maka akan membentuk kesatuan.
Soekarno berkata “ Jika rakyat Indonesia tahu bahasa Melayu, maka kemerdekaan akan cepat tercapai.” Karena pada dasarnya bahasa Melayu pada zaman dulu merupakan bahasa yang digunakan masyarakat perairan di wilayah Indonesia. 
Dikatakan negara “kesatuan”, karena terdiri atas gabungan kerajaan-kerajaan di seluruh Indonesia. Karena diikat dari kata “kesatuan”, maka kerajaan tidak bisa memerdekaan diri.

b. menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
    
     Penjelasan :
Dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka sebagai warga negara Indonesia telah menjaga kehormatan bahasa Indonesia. Siapapun yang tidak menggunakan bahasa Indonesia yang benar maka ia kurang menjaga kehormatan.

c. menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.

Penjelasan :
Kita harus menjadi contoh dalam penggunaan bahasa Indonesia.

Bab 3

Pasal 25 ayat 1
Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa.

Penjelasan :
Merujuk pada UUD 1945. Tidak ada kekonsistenan antara UU Bahasa dengan UUD 1945. Pada UU bahasa, bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional. Sedangkan pada UUD 1945, bahasa Indonesia adalah bahasa resmi negara.

Pasal 25 ayat 2

Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah.

Penjelasan :
Sebagai jati diri bangsa, maksudnya yaitu menjadi identitas suatu bangsa. Identitas ini merupakan ciri / tanda yang membedakan diri dari bangsa lain. Maka diusahakan setiap orang bangga menggunakan bahasa Indonesia, karena menimbulkan semangat nasionalisme.  

Pasal 25 ayat 3

Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.

Penjelasan :
Kegiatan organisasi formal di Indonesia menggunakan bahasa Indonesia, kecuali organisasi independen yang bertempat di negara lain. Bahasa pengantar pendidikan menggunakan bahasa Indonesia. Kasus yang terjadi adalah masih adanya pendidik yang menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar pendidikan. Ini merupakan kasus independen dari pendidik itu sendiri. Seharusnya seorang pendidik harus melatih diri dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan. Semua catatan-catatan perdagangan harus menggunakan bahasa Indonesia. Semua penggunaan media massa dan media cetak menggunakan bahasa Indonesia.


Kamis, 24 November 2011

Pendekatan Struktural

Mata Kuliah              : Kajian Prosa
Dosen Pengampu      : Dra. Sesilia Seli, M.Pd.
Hari, tanggal              : Rabu, 23 November 2011
Penyaji                      : 1. Aan Sutrisno ( F11110009 )
                                   2. Fur Shintari ( F11110001 )
                                   3. Dina Apriana ( F11110027 )
                                   4. Oni Sumiati ( F11110031 )


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dalam penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan objektif terhadap unsur-unsur intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut (Damono, 1984:2 dalam. Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra(Satoto, 1993: 32) Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135). Jadi simpulannya bahwa pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna.
            Mengenai struktur, Wellek dan Warren (1992: 56) memberi batasan bahwa struktur pengertiannya dimasukkan kedalam isi dan bentuk, sejauh keduanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan estetik. Jadi struktur karya sastra (fiksi) itu terdiri dari bentuk dan isi.  Menurut Jan Van Luxemburg (1986: 38) struktur yang dimaksudkan, mengandung pengertian relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara keseluruhannya. Struktur karya sastra (fiksi) terdiri atas unsur unsur alur, penokohan, tema, latar dan amanat sebagai unsur yang paling menunjang dan paling dominan dalam membangun karya sastra (fiksi) (Sumardjo, 1991:54).
            Analisis karya sastra dengan pendekatan strukturalisme memiliki berbagai kelebihan, diantaranya yakni,  pendekatan struktural memberi peluang untuk melakukan telaah atau kajian sastra secara lebih rinci dan lebih mendalam, pendekatan ini mencoba melihat sastra sebagai sebuah karya sastra dengan hanya mempersoalkan apa yang ada di dalam dirinya, memberi umpan balik kepada penulis sehingga dapat mendorong penulis untuk menulis secara lebih berhati-hati dan teliti (Semi, 1993: 70).

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari struktural murni, struktural genetik, dan struktural dinamik ?
2.      Bagaimana penerapan karya sastra dalam pendekatan struktural murni, struktural genetik, dan struktural dinamik ?
3.      Apa manfaat dari  pendekatan struktural murni, struktural genetik, dan struktural dinamik ?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui pengertian dari struktural murni, struktural genetik, dan struktural dinamik.
2.      Mengetahui penerapan karya sastra dalam pendekatan struktural murni, struktural genetik, dan struktural dinamik.
3.      Mengetahui pendekatan struktural murni, struktural genetik, dan struktural dinamik

BAB II
PENDEKATAN STRUKTURAL

2.1    Strukturalisme Murni
Historitas teori strukturalisme murni dalam ilmu sastra lahir dan berkembang melalui tradisi formalisme. Artinya hasil-hasil yang dicapai melalui tardisi-tradisi formalisme sebagian besar dilanjutkan dalam strukturalisme. Di suatu pihak para pelopor formalisme sebagian besar ikut andil dalam mendirikan strukturalisme, di lain pihak atas dasar pengalaman formalismelah mereka mendirikan strukturalisme dengan pengertian bahwa berbagai kelemahan yang terdapat dalam formalisme di perbaiki kembali oleh strukturalisme oleh karena itulah Mukarosvky seorang tokoh formalis Rusia berpendapat bahwa strukturalisme yang mulai diperkenalkan pada tahun 1934 tidak menggunakan nama metode ataupun teori sebab teori merupakan bidang ilmu pengetahuan tertentu sedangkan metode merupakan prosedur imiah yang relaif baku. Pada masa tersebut strukturalisme terpaku dan terbatas sebagai sudut pandang epestimologi saja, sebagi sistem tertentu dengan mekanisme antarhubungan. Oleh sebab itu Robert Schools (1977 dalam http://ukonpurkonudin.blogspot.com/2010/04/perbandingan-teori-strukturalisme-murni.html) menjelaskan keberadaan strukturalisme menjadi tiga tahap, yaitu: sebagai pergeseran paradigma berfikir, sebagai metode dan terakhir sebagai teori. Mekanisme seperti ini merupakan cara yang biasa dalam perkembangan ilmu pengetahuaan. Jadi bisa dikatakan bahwa strukturalisme mulai dengan lahirannya ketidakpuasan dan berbagai kritik terhadap formalisme.
Pendekatan strukturalisme murni biasa disebt juga dengan pendekatan objektif yakni pendekatan penelitiaan sastra yang mendasarkan pada karya sastra tersebut. Secara keseluruhan (otonom). Pendekatannya dilihat dari eksistensi sastra itu sendiri berdasarkan konvensi sastra yang berlaku, konvensi tersebut adalah aspek-aspek instriktik karya sastra yang meliputi didalamnya kebulatan makna, diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot, setting, karakter, dan lainnya. Yang jelas penilaian yang diberikan diihat dari sejauh mana kekuatan atau nilai karya sastra tersebut berdasarkan keharmonisan semua unsur-unsur pembentuknya tadi.
Satu  konsep dasar yang menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berjalinan (Pradopo dkk., 1985:6). Oleh karena itu, untuk memahami maknanya, karya sastra harus dikaji berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis, dan lepas pula efeknya pada pembaca (Beardsley via Teuw, 1983:60 dalam Pradopo dkk., 2001:54). Jadi, yang penting hanya close reading, pembacaan secara mikroskopi dari karya sebagai penciptaan bahasa.
Menurut Hawks (1978:17-18 dalam Pradopo dkk., 2001:54-55) strukturalisme adalah:
a.    Cara berpikir tentang dunia yang dikaitkan dengan persepsi struktur.
b.    Pada hakikatnya dunia ini tersusun dari hubungan-hubungan dari benda-benda itu sendiri.
c.    Setiap unsur tidak memiliki makna sendiri-sendiri, kecuali dalam hubungannya dengan unsur lain sesuai dengan posisisnya di dalam, keseluruhan struktur.
d.   Struktur merupakan sebuah sistem yang terdiri atas sejumlah unsur yang diantaranya tidak satupun dapat mengalami perubahan tanpa menghasilkan perubahandalam semua unsur lain.
Menurut Jeans Piaget dalam pengertian struktur terkandung tiga gagasan pokok, yaitu:
a.       Gagasan keseluruhan (wholeness); bagian-bagian atau anasirnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya.
b.      Gagasan transformasi/perpindahan (transformation); struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus-menerusmemungkinkan pembentukan bahan-bahan baru.
c.       Gagasan mandiri (self regulation); tidak membutuhkan hal-hal dari luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya.
Dari konsep dasar di atas, dapat dinyatakan bahwa dalam rangka studi sastra strukturalisme menolak campur tangan pihak luar. Jadi, memahami karya sastra berarti memahami unsur-unsur atau anasir yang membangun struktur.

2.1.2 Penerapan Pendekatan Stukturalisme Murni
Pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam bidang puisi (Jefferson, 1982:84) Dalam lingkup puisi , Pradopo (2000: 14) menguraikan bahwa karya sastra itu tak hanya merupakan satu sistem norma, melainkan terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Masing-masing norma menimbulkan lapis norma dibawahnya. Mengacu pendapat Roman Ingarden, seorang filsuf Polandia, Rene Wellek dalam Pradopo (2000:14) menguraikan norma-norma itu , yaitu:
a.       lapis bunyi  (sound stratum), misalnya bunyi suara dalam kata,frase, dan kalimat,
b.      lapis arti (units of meaning), misalnya arti dalam fonem, suku kata, kata, frase, dan kalimat,
c.       lapis objek, misalnya objek-objek yang dikemukakan seperti latar, pelaku, dan dunia pengarang.
Selanjutnya Roman Ingarden masih menambahkan dua lapis norma lagi (1) lapis dunia, dan (2) lapis metafisis.
Dalam lingkup karya fiksi, Stanton (1965: 11-36 dalam Pradopo dkk., 2001:56) mendeskripsikan unsur-unsur karya sastra sebagai berikut:
a.       tema;
b.      fakta cerita, terdiri atas alur, tokoh, dan latar;
c.       sarana sastra, terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa dan suasana, simbol-simbol, imaji-imaji, dan juga cara pemilihan judul.
Jadi, dalam analisis struktural murni, unsur-unsur atau anasir itulah yang dikaji dan diteliti.

2.2    Strukturalisme Genetik
Strukturalisme genetik adalah pendekatan di dalam penelitian sastra yang lahir sebagai reaksi dari pendekatan strukturalisme murni yang anti historis dan kausal. Pencetus pendekatan strukturalisme genetik adalah Lucien Goldman, seorang ahli sastra Perancis. Pendekatan ini merupakan satu-satunya pendekatan yang mampu merekonstruksikan pandangan dunia pengarang. Pendekatan ini memasukkan faktor genetik di dalam pemahaman karya sastra. Genetik karya sastra artinya asal-usul karya sastra.faktor yang terkaiat dengan asal-usul karya sastra adalah pengarang dan kenyataan sejarah yang turut mengondisikan karya sastra saat diciptakan.
Dapat dikatakan bahwa pendekatan strukturalisme genetik memunyai segi-segi yang bermanfaat dan berdaya guna tinggi apabial para peneliti sendiri tidak melupakan atau tetap memprtahankan segi-segi intrinsik yang membangun karya sastra, di samping memerhatikan faktor-faktor sosiologis, serta menyadari sepenuhnya bahwa karya sastra itu diciptakan oleh suatu kreativitas dengan memanfaatkan faktor imajinasi.
Menurut Goldman, ada dua macam karya sastra. Pertama, karya sastra pengarang utama, yakni karya sastra yang strukturnya sebangun dengan struktur kelompok atau kelas sosial tertentu. Kedua, karya sastra pengarang kelas dua, yakni karya sastra yang sekedar raproduksi segi permukaan realitas sosial dan kesadaran kolektif. Nah, karya sastra yang cocok diteliti dengan kajian strukturalisme genetik adalah karya sastra yang pertama, karena, menurut Goldman, di dalam karya tersebut terdapat apa yang disebut dengan “problematik hero” yaitu permasalahan-permasalahan yang berhadapa  n dengan kondisi sosial yang dari sana pengarang berusaha mendapatkan/menentukan suatu nilai tertentu yang diimplementasikannya kedalam karyanya. Mengetahui nilai tersebut berarti menangkap pandangan dunia sang sastrawan.
Adapun penerapan terhadap pendekatan strukturalisme genetik ini, dapat dilakukan dengan dimulai dari kajian unsur-unsur intrinsik sastra, baik secara parsial maupun kajian keseluruhan. Kemudian mengkaji latar belakang kehidupan sosial kelompok pengarang karena ia merupakan bagian dari komunitas masyarakat tertentu. Di samping itu tidak luput juga untuk mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang turut mengondisikan karya sastra saat ia diciptakan oleh pengarang. Dan akhir dari kegiatan ini, adalah berhasil untuk mengungkap pandangan dunia pengarang tersebut.
Secara sederhana penelitian dengan metode strukturalisme genetik dapat diformulasikan sebagai berikut.
a.    Penelitian harus dimulakan pada kajian unsur intrinsik sastra, baik secara parsial maupun dalam jalinan keseluruhannya.
b.    Mengkaji latar belakang kehidupan sosial kelompok pengarang karena ia merupakan bagian dari komunitas kelompok tertentu.
c.    Mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang turut mengondisikan karya sastra saat diciptakan oleh pengarang.
Menurut Laurenson dan Swingewood yang disetujui oleh Goldman, adapun langkah-langkah penelitian menggunakan pendekatan strukturalisme genetik adalah sebagai berikut:
a.       Penelitian sastra itu dapat kita ikuti sendiri. Mula-mula sastra diteliti strukturnya untuk membuktikan jaringan bagian-bagiannya sehingga terjadi keseluruhan yang padu dan holistik.
b.      Penghubungan dengan sosial budaya. Unsur-unsur kesatuan karya sastra dihubungkan dengan sosio budaya dan sejarahnya, kemudian dihubungkan dengan struktur mental yang berhubungan dengan pandangan dunia pengarang.
c.       Selanjutnya, untuk mencapai solusi atau simpulan digunakan metode induktif, yaitu metode pencarian simpulan dengan jalan melihat premis-premis yang sifatnya spesifik untuk selanjutnya mencari premis general.

2.3    Strukturalisme Dinamik
Pengkajian karya sastra berdasarkan strukturalisme dinamik merupakan pangkajian strukturalisme dalam rangka semiotik. Artinya, karya sastra dipertimbangkan sebgaai sistem tanda. Sebagai suatu tanda karya sastra memunyai dua fungs. Yang pertama adalah otonom, yaitu tidak menunjik di luar dirinya; yang kedua bersifat informasional, yaitu menyampaikan pikiran, perasaan, gagasan. Kedua sifat itu saling berkaiatan. Dengan demikian, sebagai sebuah struktur, karya sastra selalu bersifat dinamis. Dinamika itu pertama-tama diakibatkan oleh pembacaan kreatif oleh pembaca yang dibekali oleh konvensi yang selalu berubah dan pembaca sebagai homo significans, makhluk yang membaca dan mencipta tanda (Culler, 1975:130 dalam Pradopo dkk., 2001:65). Untuk mempertahankan sifat ikonik sastra sebagai tanda, pembaca yang baik akan mempertahankan norma sastra yang dibentuk dari konvensinya. Pada titik ini komunikasi terjadi karena pembaca dan karya sastra diciptakan oleh pengarang berada pada “kompetensi sastra” (Culler, 1975:130 dalam Pradopo dkk., 2001:65) yang sama. Akan tetapi, sifat sarana sastra yang arbiter akan menyebabkan tafsir sastra akan terus berkembang sejalan dengan perubahan atau perkembangan tata nilai dalam masyrakat.
Jika strukturalisme dinamik diterapkan dalam pengkajian sastra, terdapat dua hal yang harus dipertahankan, yaitu:
a.       Peneliti bertugas menjelaskan sebuah sastra sebagai sebuah struktur berdasarkan unsur-unsur atau elemen-elemen yang membentuknya.
b.      Peneliti bertugas menjelaskan kaiatan antara pengarang, realitas, karya sastra dan pembaca.
Kedua hal tersebut memiliki kaitan erat. Di satu pihak oengarang melalui kata-katanya sebagai pembawa makna ke dalam stryktur karya sastra. Di pihak lain pembaca sebagai penfsir atas karya-karya tersebut. Keduanya senantiasa bersumber pada konvensi-konvensi budaya yang telah berlangsung dan terjadi sebagaimana dikandung dalam realitas.
Jadi dapat dikatakan bahwa strukturalisme dinamik adalah kajian strukturalisme dalam rangka semiotik. Artinya, karya sastra dikaitkan dengan sistem tanda. Tanda mempunyai dua fungsi: otonom, yakni tidak menunjuk di luar dirinya dan informasional, yakni menyampaikan pikiran, perasaan dan gagasan. Adapun penerapannya dapat dilakukan dengan pertama-tama menjelaskan struktur karya sastra yang diteliti. Kemudian menjelaskan kaitan pengarang, realitas, karya sastra dan pembaca.

BAB III
PENUTUP


3.1 Simpulan
       Dalam pendekatan strukrural dibedakan menjadi tiga yaitu pendekatan strukturalisme murni ,pendekatan strukturalisme genetik,dan pendekatan strukturalisme dinamik.
       Historitas teori strukturalisme murni dalam ilmu sastra lahir dan berkembang melalui tradisi formalisme. Artinya hasil-hasil yang dicapai melalui tardisi-tradisi formalisme sebagian besar dilanjutkan dalam strukturalisme.
       Pendekatan srukturalisme genetik memunyai segi-segi yang bermanfaat dan berdaya guna tinggi ,apabila para peneliti  sendiri tidak melupakan atau  tetap memperhatikan  segi-segi intrinsik  yang membangun karya sastra , disamping memperhatikan faktor-faktor  sosiologis , serta menyadari sepenuhnya bahwa karya sastra itu diciptakan oleh suatu kreativitas dengan memanfaatkan  faktor imajinasi.
       Jika strukturalisme dinamik diterapkan  dalam pengkajian  satra, terdapat dua hal yang harus diperhatikan yaitu, peneliti bertugas menjelaskan karya sastra sebagai  sebuah struktur berdasarkan  unsur-unsur atau elemen-elemen yang membentuknya dan peneliti  bertugas menjelaskan kaitan antara pengarang, realitas, karya sastra, dan pembaca. Di satu pihak pengarang melalui kata-katanya sebagai pembawa makna ke dalam struktur karya sastra. Di pihak lain, pembaca sebagai penafsir atas makna – makna tersebut. Keduanya senantiasa bersumber pada konvensi- konvensi budaya yang telah berlangsung dan terjadi sebagaimana dikandung dalam realitas.

Selasa, 22 November 2011

Surat-surat Sekretaris

Mata Kuliah          : Korespondensi
Dosen Pengampu : Dra. Sesilia Seli, M.Pd.
Hari, tanggal         : Selasa, 22 November 2011
Surat-surat Sekretaris
1. Surat Kuasa
            Surat  kuasa adalah surat yang berisi perlimpahan wewenang dari perseorangan atau pejabat kepada seseorang atau pejabat lain sehingga pihak yang diberi wewenang dapat bertindak mewakili pihak yang memberi wewenang atau kekuasaan.
            Dalam surat kuasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu :
1. pihak yang memberi wewenang, dan
2. pihak yang diberi wewenang.
            Surat kuasa ada yang dibuat untuk kepentingan pribadi digolongkan sebagai surat pribadi. Surat kuasa ada yang dibuat untuk kepentingan lembaga / organisasi digolongkan sebagai surat lembaga / surat organisasi.
            Surat kuasa untuk kepentingan organisasi dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu :
1. surat kuasa untuk keperluan intern organisasi atau lembaga, dan
2. surat kuasa untuk keperluan ekstern organisasi.
           
1. Surat kuasa untuk kepentingan intern organisasi atau lembaga
     Hanya bersifat formalitas, oleh sebab itu data kedua belah pihak tidak perlu dicantumkan secara rinci / detil.
2. Surat kuasa untuk kepentingan ekstern organisasi
     Dalam surat kuasa ini perlu dicantumkan secara rinci / detil, yaitu mengenai :
     a. data pihak yang memberi kuasa,
     b. data pihak yang diberi kuasa, dan
     c. bentuk kekuasaan yang diberikan lengkap dengan batas-batasnya.

            Surat kuasa umumnya dibubuhi meterai sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku. Surat kuasa dianggap sah jika telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. Surat kuasa yang bersifat kedinasan ( lembaga ), rincian data pribadi kedua belah pihak meliputi :
            a. nama
            b. tempat, tanggal lahir
            c. NIP ( Nomor Induk Pegawai ) / NRP ( Nomor Registrasi Prajurit )
            d. pangkat / golongan
            e. jabatan / pekerjaan

            Data surat kuasa yang bersifat pribadi meliputi :
a. nama
b. tempat / tanggal lahir
c. nomor kartu identitas ( NIK, NIM, SIM, Paspor, KTP, dll. )
d. pekerjaan
e. alamat

Surat kuasa umumnya menggunakan bentuk surat berjudul.

2. Surat Keterangan
            Surat keterangan adalah surat yang isinya menerangkan seseorang atau sesuatu hal. Berdasarkan derajat kepentingannyadan isi suratnya, surat keterangan dibedakan menjadi empat macam, yaitu :
1. surat keterangan biasa,
2. surat referensi,
3. surat rekomendasi, dan
4. surat pernyataan.

1. Surat Keterangan Biasa
            Surat keterangan yang diberikan kepada seseorang dalam kedudukannya sebagai warga masyarakat di tengah-tengah kesibukannya sehari-hari ( mahasiswa, pelajar, pegawai / karyawan, artis, dll. )
            Isi pokok surat keterangan biasa antara lain sebagai berikut.
1. Data pribadi atau jabatan pihak yang menerangkan.
2. Data pribadi pihak yang diterangkan.
3. Isi keterangan ( menerangkan apa ).
4. Tujuan keterangan yang dibuat ( untuk keperluan apa keterangan itu dikeluarkan ).
5. Penutup ( umumnya berisi himbauan atau harapan agar pihak ketiga maklum ).

Umumnya surat ini menggunakan surat berjudul dan berperihal.

2. Surat Referensi
            Surat referensi adalah surat keterangan yang bersifat rahasia dari pihak ketiga kepada pihak kedua tentang pihak pertama yang berisi penilaian mengenai bonafiditas, perilaku, dan kualifikasi pihak pertama untuk kepentingan pihak kedua ( pihak yang meminta referensi ). Pihak ketiga tidak bertanggung jawab atas keterangan yang diberikannya kepada pihak kedua.
            Ada tiga jenis surat referensi, yaitu :
(1) referensi bank;
(2) referensi dagang; dan
(3) referensi pribadi.
           

            

Jumat, 18 November 2011

SINOPSIS NOVEL AYAT-AYAT CINTA

Fahri bin Abdillah adalah pelajar Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al-Azhar. Berteman dengan panas dan debu Mesir. Berkutat dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Belajar di Mesir, membuat Fahri dapat mengenal Maria, Nurul, Noura, dan Aisha.
Maria Grigis adalah tetangga satu flat Fahri, yang beragama Kristen Koptik tapi mengagumi Al Quran. Dan menganggumi Fahri. Kekaguman yang berubah menjadi cinta. Sayangnya, cinta Maria hanya tercurah dalam diary saja.
Sementara Nurul adalah anak seorang kyai terkenal, yang juga mengeruk ilmu di Al-Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis manis ini. Sayang rasa mindernya yang hanya anak keturunan petani membuatnya tidak pernah menunjukkan rasa apa pun pada Nurul. Sementara Nurul pun menjadi ragu dan selalu menebak-nebak.
Sedangkan Noura adalah tetangga Fahri, yang selalu disika ayahnya sendiri. Fahri berempati penuh dengan Noura dan ingin menolongnya. Hanya empati saja. Tidak lebih! Namun Noura yang mengharap lebih. Dan nantinya ini menjadi masalah besar ketika Noura menuduh Fahri memperkosanya.
Dan yang terakhir adalah Aisha. Si mata indah yang menyihir Fahri. Sejak sebuah kejadian di metro, saat Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku, Aisha jatuh cinta pada Fahri. Dan Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya.
Lantas, siapakah yang nantinya akan dipilih Fahri? Siapakah yang akan dipersunting oleh Fahri? Siapakah yang dapat mencintai Fahri dengan tulus? Mari kita cari jawabannya dari sinopsis “Ayat-Ayat Cinta” berikut.
Fahri sedang dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra El-Kaima, ujung utara kota Cairo, untuk talaqqi (belajar secara face to face pada seorang syaikh) pada Syaikh Utsman, seorang syaikh yang cukup tersohor di Mesir.
Dengan menaiki metro, Fahri berharap ia akan sampai tepat waktu di Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq. Di metro itulah ia bertemu dengan Aisha. Aisha yang saat itu dicacimaki dan diumpat oleh orang-orang Mesir karena memberikan tempat duduknya pada seorang nenek berkewarganegaraan Amerika, ditolong oleh Fahri. Pertolongan tulus Fahri memberikan kesan yang berarti pada Aisha. Mereka pun berkenalan. Dan ternyata Aisha bukanlah gadis Mesir, melainkan gadis Jerman yang juga tengah menuntut ilmu di Mesir.
Di Mesir Fahri tinggal bersama dengan keempat orang temannya yang juga berasal dari Indonesia. Mereka adalah Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Mereka tinggal di sebuah apartemen sederhana yang mempunyai dua lantai, dimana lantai dasar menjadi tempat tinggal Fahri dan empat temannya, sedangkan yang lantai atas ditempati oleh keluarga Kristen Koptik yang sekaligus menjadi tetangga mereka. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed dan dua orang anak mereka, yaitu Maria dan Yousef.
Walau keyakinan dan aqidah mereka berbeda, tapi antara keluarga Fahri dan Tuan Boutros terjalin hubungan yang sangat baik. Terlebih Fahri dan Maria berteman begitu akrab. Fahri menyebut Maria sebagai gadis koptik yang aneh. Bagaimana tidak, Maria mampu menghafal surat Al-Maidah dan surat Maryam.
Selain bertetangga dengan keluarga Tuan Boutros, Fahri juga mempunyai tetangga lain berkulit hitam yang perangainya berbanding seratus delapan puluh derajat dengan keluarga Boutros. Kepala keluarga ini bernama Bahadur. Istrinya bernama Madame Syaima dan anak-anaknya bernama Mona, Suzanna, dan Noura.
Bahadur, Madame Syaima, Mona, dan Suzanna sering menyiksa Noura karena rupa serta warna rambut Noura yang berbeda dengan mereka. Noura berkulit putih dan berambut pirang. Ya, nasib Noura memang malang.
Suatu malam Noura diusir Bahadur dari rumah. Noura diseret ke jalan sembari dicambuk. Tangisannya memilukan. Fahri tidak tega melihat Noura diperlakukan demikian oleh Bahadur. Ia meminta Maria melalui SMS untuk menolong Noura. Fahri tidak bisa menolong Noura secara langsung karena Noura bukan muhrimnya. Maria pun bersedia menolong Noura malam itu. Ia membawa Noura ke flatnya.
Fahri dan Maria berusaha mencari tahu siapa keluarga Noura sebenarnya. Mereka yakin Noura bukanlah anak Bahadur dan Madame Syaima.
Dan benar. Noura bukan anak mereka. Noura yang malang itu akhirnya bisa berkumpul bersama orang-orang yang menyayanginya. Ia sangat berterima kasih pada Fahri dan Maria.
Sementara itu, Aisha tidak dapat melupakan pemuda yang baik hati mau menolongnya di metro saat itu. Aisha rupanya jatuh hati pada Fahri. Ia meminta pamannya Eqbal untuk menjodohkannya dengan Fahri. Kebetulan, paman Eqbal mengenal Fahri dan Syaikh Utsman. Melalui bantuan Syaikh Utsman, Fahri pun bersedia untuk menikah dengan Aisha.
Mendengar kabar pernikahan Fahri, Nurul menjadi sangat kecewa. Paman dan bibinya sempat datang ke rumah Fahri untuk memberitahu bahwa keponakannya sangat mencintai Fahri. Namun terlambat! Fahri akan segera menikah dengan Aisha. Oh, malang benar nasib Nurul.
Dan pernikahan Fahri dengan Aisha pun berlangsung. Fahri dan Aisha memutuskan untuk berbulan madu di sebuah apartemen cantik selama beberapa minggu.
Sepulang dari ‘bulan madu’-nya, Fahri mendapat kejutan dari Maria dan Yousef. Maria dan adiknya itu datang ke rumah Fahri untuk memberikan sebuah kado pernikahan. Namun Maria tampak lebih kurus dan murung. Memang, saat Fahri dan Aisha menikah, keluarga Boutros sedang pergi berlibur. Alhasil, begitu mendengar Fahri telah menjadi milik wanita lain dan tidak lagi tinggal di flat, Maria sangat terpukul.
Kebahagiaan Fahri dan Aisha tidak bertahan lama karena Fahri harus menjalani hukuman di penjara atas tuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Noura amat terluka saat Fahri memutuskan untuk menikah dengan Aisha.
Di persidangan, Noura yang tengah hamil itu memberikan kesaksian bahwa janin yang dikandungnya adalah anak Fahri. Pengacara Fahri tidak dapat berbuat apa-apa karena ia belum memiliki bukti yang kuat untuk membebaskan kliennya dari segala tuduhan. Fahri pun harus mendekam di bui selama beberapa minggu.
Satu-satunya saksi kunci yang dapat meloloskan Fahri dari fitnah kejam Noura adalah Maria. Marialah yang bersama Noura malam itu ( malam yang Noura sebut dalam persidangan sebagai malam dimana Fahri memperkosanya ).
Tapi Maria sedang terkulai lemah tak berdaya. Luka hati karena cinta yang bertepuk sebelah tangan membuatnya jatuh sakit. Tidak ada jalan lain. Atas desakan Aisha, Fahri pun menikahi Maria. Aisha berharap, dengan mendengar suara dan merasakan sentuhan tangan Fahri, Maria tersadar dari koma panjangnya. Dan harapan Aisha menjadi kenyataan. Maria dapat membuka matanya dan kemudian bersedia untuk memberikan kesaksian di persidangan. Alhasil, Fahri pun terbebas dari tuduhan Noura. Dengan kata lain, Fahri dapat meninggalkan penjara yang mengerikan itu.
Noura menyesal atas perbuatan yang dilakukannya. Dengan jiwa besar, Fahri memaafkan Noura. Dan, terungkaplah bahawa ayah dari bayi dalam kandungan Noura adalah Bahadur.
Fahri, Aisha, dan Maria mampu menjalani rumah tangga mereka dengan baik. Aisha menganggap Maria sebagai adiknya, demikian pula Maria yang menghormati Aisha selayaknya seorang kakak. Tidak ada yang menduga jika maut akhirnya merenggut Maria. Namun Maria beruntung karena sebelum ajal menjemputnya, ia telah menjadi seorang mu’alaf.

Tebal                           : 420 halaman.
Isi                                : 33 Episode.
Ukuran                        : 13,5 x 20,5 cm.
Tahun Terbit                : 2006, Cetakan XI (Revisi).
Penerbit                       : Penerbit Republika, Jakarta.