TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH SASTRA DAERAH
ANALISIS STRUKTURALISME DAN FUNGSI CERITA RAKYAT LELA BUJANG MALAKA KABUPATEN SANGGAU
Dosen Pengampu: Dr. A. Totok Priyadi, M.Pd.
Disusun oleh:
AULIA MELANI (F11110023)
BERNADETA (F11110045)
GRACIA GANESHA (F11110003)
LIDIA WATI (F11110049)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak zaman dahulu kebudayaan bertutur atau bercerita telah berkembang di
Indonesia. Kebudayaan bertutur atau bercerita itu masih dilestarikan sampai
sekarang. Bertutur atau bercerita biasanya dilakukan oleh orang tua kepada
anaknya sebagai pengantar tidur. Cerita yang disampaikan bermacam-macam
jenisnya, di antaranya dongeng, mite atau mitos, legenda, dan sebagainya.
Berbagai bentuk cerita tersebut populer
dinamakan dengan cerita rakyat.
Cerita rakyat merupakan sastra
daerah yang berkembang di masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu. Disebut
cerita rakyat karena cerita tersebut memang bersumber dari rakyat dan
berkembang di masyarakat. Cerita rakyat disajikan dalam bentuk lisan atau dari
mulut ke mulut. Cerita rakyat disampaikan secara turun-temurun, bisa secara
horizontal maupun vertikal. Secara horizontal, cerita rakyat disampaikan dari
garis keluarga yang paling atas kemudian menurun ke bawah sesuai tingkatannya,
misalnya dari nenek kepada ibu kemudian ibu menceritakan lagi kepada anaknya.
Adapun secara vertikal, cerita rakyat disampaikan tidak menurut garis
keturunan, bisa saja dari teman ke teman atau dari tetua adat kepada
masyarakatnya.
Penelitian terhadap cerita rakyat sangat penting dilakukan terutama untuk melestarikan
cerita rakyat tersebut. Sangat ironis karena banyak anak muda sekarang yang
tidak peduli lagi dengan kebudayaan bangsanya berupa cerita rakyat. Padahal,
jika dianalisis lebih lanjut cerita rakyat memiliki keunikan tersendiri dan
merupakan sarana untuk menyampaikan nilai-nilai kehidupan. Selain itu, dengan
melakukan penelitian serta analisis terhadap cerita rakyat, kita dapat
mengetahui struktur serta fungsi dari cerita rakyat tersebut. Bahan yang kami
jadikan analisis yaitu cerita rakyat Lela
Bujang Malaka.
B.
Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut.
1.
Bagaimana
analisis strukturalisme terhadap cerita rakyat Lela Bujang Malaka?
2.
Bagaimana
analisis fungsi cerita rakyat Lela Bujang
Malaka?
C.
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini sebagai berikut.
1.
Pendeskripsian
analisis strukturalisme terhadap cerita rakyat Lela Bujang Malaka.
2.
Pendeskripsian
analisis fungsi cerita rakyat Lela Bujang
Malaka.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Analisis Strukturalisme terhadap Cerita Rakyat Lela Bujang Malaka
Cerita rakyat Lela Bujang Malaka
merupakan satu di antara cerita rakyat yang populer di kabupaten Sanggau.
Cerita ini dapat dikategorikan sebagai legenda karena sampai sekarang
bukti-bukti mengenai cerita ini dapat dirasakan dan dilihat. Akan tetapi, hanya
orang-orang tertentu yang dapat melihat Lela
Bujang Malaka karena bersifat gaib. Cerita ini berkembang ketika kerajaan
Sanggau baru berdiri. Sampai sekarang cerita ini tetap dilestarikan secara
turun-temurun.
Cerita Lela Bujang Malaka
menceritakan kisah sebuah senjata berbentuk meriam kecil yang diberi nama Lela Bujang Malaka oleh masyarakat
Sanggau. Senjata ini berasal dari kerajaan Malaka. Pada saat itu terjadi
konflik antara dua bersaudara yang memperebutkan sebuah kerajaan. Sang raja,
ayah kedua bersaudara itu, ingin membagi rata kerajaannya kepada kedua anaknya.
Akan tetapi, si kakak tidak setuju karena ingin memiliki kerajaan itu sendiri.
Akhirnya, si kakak memerangi adiknya sehingga banyak pengikut adiknya yang
tewas. Si adik ternyata memiliki budi bahasa yang baik dan disenangi oleh
rakyat di kerajaan Malaka tersebut. Demi keselamatan dirinya dan para
pengikutnya, akhirnya rombongan si adik melarikan diri dengan menggunakan kapal
layar. Rombongan tersebut pada akhirnya singgah di Sanggau (pada saat itu
Sanggau masih berupa hutan) dan menetap di pedalaman Sungai Sekayam. Tidak lama
kemudian kerajaan Sanggau pun berdiri di tanah Mengkiang. Rombongan dari
kerajaan Malaka kemudian menyerahkan semua senjata yang mereka bawa termasuk Lela Bujang Malaka kepada kerajaan
Sanggau. Tidak lama setelah kerajaan Sanggau berdiri, terdapatlah informasi
bahwa kerajaan Pontianak akan menyerang kerajaan Sanggau. Untuk mengantisipasi
hal tersebut, raja Sanggau beserta para hulubalang dan senopati mengumumkan
kepada rakyat Sanggau untuk membuat benteng di daerah Pancur Aji. Maka
digunakanlah meriam kecil yang diberi nama Lela
Bujang Malaka untuk membuat benteng. Lela
Bujang Malaka ditanam di Pancur Aji tetapi tidak menggunakan peluru
sehingga hanya bunyinya saja yang menggelegar menakutkan. Selain itu, seutas
rantai juga direntangkan di dalam air antara Pancur Aji dan Tanjung Kerosik.
Tujuannya, jika perahu musuh lewat maka rantai akan ditarik sehingga perahu
musuh akan terbalik. Setelah benteng siap dibangun maka ditunggulah kedatangan
musuh dari Pontianak. Cukup lama menunggu ternyata tidak ada musuh yang datang
menyerang. Hal itu terjadi karena pada masa dahulu komunikasi sangat kurang
sehingga informasi yang diperoleh pun kurang. Karena tidak terjadi peperangan
akhirnya rakyat Sanggau membuat suatu peranguh(istilah/pepatah) dalam bentuk
pantun yang berbunyi.
Ensait tumuh begolik
Tumuh begolik di belakang kuta
Bujang Syarif mudik bebalik
Takut ke Lela Bujang Malaka
Berdasarkan pendekatan strukturalisme, yang dianalisis dari cerita rakyat
tersebut adalah struktur/isi atau unsur-unsur
yang terdapat cerita rakyat tersebut. Sebagaimana pendapat Teeuw (dalam
Wuradji, dkk, 2001:54) strukturalisme adalah cara berpikir atau paham mengenai
unsur-unsur yaitu unsur itu sendiri dengan mekanisme antar hubungannya,
hubungan unsur yang satu dengan yang lainnya, dan hubungan antar unsur dengan
totalitasnya yang dikaitkan dengan persepsi dan deskripsi struktur. Ketika
menganalisis karya sastra peneliti harus memperhatikan unsur-unsur yang
terkandung dalam karya sastra tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendekatan
strukturalisme merupakan sebuah pendekatan yang menganalisis karya sastra
berdasarkan unsur-unsur intrinsik atau unsur-unsur yang membangun karya sastra
dari dalam yang meliputi tema, tokoh dan penokohan, alur atau plot, latar, dan
sudut pandang.
Berdasarkan pendekatan strukturalisme, tema yang terdapat dalam cerita Lela Bujang Malaka adalah harga diri.
Tema cerita ini tercermin pada usaha penyelamatan diri oleh si adik beserta
para pengikutnya agar terhindar dari kezaliman si kakak. Penyelamatan diri yang
dilakukan oleh si adik beserta para
pengikutnya merupakan usaha untuk mempertahankan harga diri agar tidak dizalimi
oleh si kakak. Selain itu, tema cerita ini juga tercermin melalui usaha yang
dilakukan oleh raja Sanggau beserta rakyat Sanggau untuk mempertahankan
kerajaan Sanggau dari serangan kerajaan Pontianak. Usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan kerajaan Sanggau yakni dengan cara mendirikan benteng di daerah
Pancur Aji. Benteng tersebut diperkuat oleh Lela
Bujang Malaka dan seutas rantai. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tindakan
yang dilakukan oleh raja Sanggau beserta rakyatnya merupakan suatu usaha untuk
mempertahankan harga diri kerajaan Sanggau agar tidak diremehkan, direndahkan,
dan dengan mudah diserang oleh kerajaan Pontianak. Raja Sanggau beserta rakyat
Sanggau tidak mau harga dirinya dipandang rendah oleh kerajaan Pontianak. Oleh
sebab itu, sebisa mungkin mereka membangun benteng yang kuat untuk menunjukkan
pada kerajaan Pontianak bahwa kerajaan Sanggau tidak lemah dan mudah diperdaya.
Adapun tokoh yang terdapat dalam cerita Lela
Bujang Malaka, yaitu sang raja Malaka, kedua anak raja Malaka (si kakak dan
si adik), para pengikut si adik, raja Sanggau, senopati dan hulubalang kerajaan
Sanggau, serta rakyat Sanggau. Berdasarkan penokohan atau watak, dapat
disimpulkan bahwa tokoh raja Malaka, si adik, raja Sanggau beserta hulubalang,
senopati dan rakyat Sanggau merupakan tokoh yang berwatak protagonis atau baik.
Sementara si kakak yang telah memerangi adiknya sendiri demi kekuasaan merupakan
tokoh berwatak antagonis atau jahat.
Alur atau plot yang terdapat dalam cerita Lela Bujang Malaka adalah alur maju atau progresif. Hal itu dapat
dilihat pada runtutan cerita yang diceritakan, mulai dari awal sampai akhir
merupakan suatu peristiwa yang bersifat kronologis. Pertama-tama diceritakan
tentang konflik di kerajaan Malaka yang akhirnya membawa rombongan si adik
menuju tanah Sanggau hingga kerajaan Sanggau berdiri. Kemudian, kerajaan
Sanggau membangun benteng di daerah Pancur Aji untuk mempertahankan diri jika
diserang oleh kerajaan Pontianak. Peristiwa yang dilukiskan dalam cerita
tersebut merupakan peristiwa yang berlangsung secara runtut dan sistematis.
Adapun latar tempat yang terdapat dalam cerita Lela Bujang Malaka, yaitu kerajaan Malaka (di negeri Malaka), Batu
Ampar (Pontianak), sungai Kubu dan sungai Kapuas, Pulau Jambo (Labai Lawai/Tayan),
kerajaan Sanggau (di negeri Sanggau), sungai Sekayam, tanah Mengkiang, Pancur
Aji, dan Tanjung Kerosik. Adapun latar suasana yang dilukiskan dalam cerita
tersebut, yaitu sedih, marah, ketakutan, mengerikan, cemas, ketegasan,
kelegaan, dan kegembiraan. Suasana sedih, amarah, ketakutan, dan mengerikan,
dilukiskan ketika si kakak diliputi kemarahan ingin memerangi si adik untuk
mendapatkan semua kerajaan. Si kakak dengan teganya memerangi adiknya sendiri
hingga banyak orang yang tewas akibat ulah si kakak. Suasana seperti itu juga
terlukis ketika si adik beserta para pengikutnya melarikan diri dan akhirnya
menetap di Sanggau. Adapun suasana cemas, ketegasan, kelegaan, dan kegembiraan
dilukiskan ketika terdapat informasi bahwa kerajaan Pontianak akan menyerang
kerajaan Sanggau hingga terbukti kerajaan Pontianak tidak berniat untuk
menyerang kerajaan Sanggau. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya komunikasi
dan informasi. Dalam cerita Lela Bujang
Malaka ini tidak diceritakan oleh narasumber latar waktu semua peristiwa
yang terjadi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat latar waktu dalam
cerita Lela Bujang Malaka.
Adapun sudut pandang yang digunakan dalam cerita Lela Bujang Malaka adalah sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang ini dilihat dari penceritaan
sastra itu sendiri. Dalam cerita rakyat ini pengarang memakai nama-nama orang
dan dia (orang ketiga).
B.
Analisis Fungsi Cerita Rakyat Lela Bujang Malaka
Analisis fungsi merupakan suatu analisis untuk mengetahui
fungsi atau manfaat dari karya sastra. Berdasarkan analisis fungsi, dapat
disimpulkan bahwa cerita rakyat Lela
Bujang Malaka memiliki beberapa fungsi di antaranya.
1.
Sebagai Pengantar Tidur
Umumnya suatu cerita atau dongeng yang disajikan secara
lisan berfungsi sebagai pengantar tidur bagi yang didongengkan. Begitu juga
dengan cerita Lela Bujang Malaka.
Orang tua sering mendongengkan cerita Lela
Bujang Malaka kepada anaknya ketika menjelang tidur agar si anak tertidur
pulas. Selain itu, zaman dahulu belum
ada hiburan lain yang dapat berfungsi sebagai pengantar tidur si anak.
2.
Sebagai Hiburan
Cerita Lela Bujang
Malaka juga berfungsi sebagai hiburan bagi yang mendengarkan. Cerita ini
populer di kabupaten Sanggau ketika belum ada listrik dan alat-alat teknologi
di sana. Jadi, sebagai penghibur dan mengisi waktu luang, orang tua sering
mendongengkan cerita ini kepada anaknya.
3.
Sebagai Sarana Menanamkan Nilai-Nilai Kehidupan
Cerita merupakan sarana bagi orang tua untuk menyampaikan
nilai-nilai kehidupan kepada anaknya. Selain anak merasa tertarik mendengarkan
suatu cerita, anak juga mendapat pengetahuan berupa nilai-nilai yang terkandung
dalam cerita tersebut. Setelah
bercerita sebaiknya orang tua menjelaskan mana yang baik, yang patut ditiru dan
mana hal-hal buruk yang tidak patut ditiru dalam kehidupan sehari-hari.
Berbagai tindak kenakalan dapat dikurangi dengan menanamkan perilaku dan sifat
yang baik melalui contoh karakter ataupun sifat-sifat perilaku di dalam cerita.
Selain itu, bertutur atau mendongeng memiliki efek yang lebih baik daripada
mengatur anak dengan cara kekerasan (memukul, mencubit, menjewer, membentak, dan
lain-lain. Adapun cerita Lela Bujang
Malaka merupakan sarana bagi orang tua di kabupaten Sanggau untuk
menanamkan nilai-nilai kehidupan, seperti jangan serakah, tegas dalam memilih
sikap, jangan takut menghadapi masalah, pertahankan harga diri, dan sebagainya.
4.
Sebagai Penghilang Rasa Jenuh dan Ketegangan
Rasa jenuh dan ketegangan ketika menjalani aktivitas
sehari-hari dapat dihilangkan melalui kegiatan mendengarkan cerita. Terkadang
anak merasa bosan dengan rutinitasnya sehari-hari jadi cerita dapat digunakan
sebagai penghilang rasa bosan anak. Pada dasarnya, anak sangat senang
mendengarkan cerita apalagi orang tuanya sendiri yang menceritakan. Demikian
pula dengan cerita Lela Bujang Malaka
juga berfungsi sebagai penghilang rasa jenuh atau bosan dan ketegangan.
5.
Sebagai Sarana untuk Mengetahui Peristiwa yang Terjadi di
Masa Lampau
Cerita rakyat yang berbentuk legenda diyakini oleh
masyarakat benar-benar terjadi karena terdapat bukti yang menguatkan cerita
tersebut. Begitu juga dengan cerita Lela
Bujang Malaka, yang merupakan sebuah legenda dan diyakini benar-benar
terjadi di kabupaten Sanggau. Melalui cerita tersebut, masyarakat Sanggau saat
ini dapat mengetahui peristiwa yang terjadi pada masa lampau bahwa zaman dahulu
masyarakat Sanggau pernah membuat sebuah benteng di daerah Pancur Aji.
6.
Mengembangkan Daya Imajinasi
Cerita yang dilisankan atau cerita
yang disampaikan secara lisan dapat membuat anak berimajinasi membayangkan
bagaimana jalan cerita dan karakternya. Anak-anak akan terbiasa berimajinasi
memvisualkan sesuatu di dalam pikirannya untuk menjabarkan atau menyelesaikan
suatu permasalahan. Cerita Lela Bujang
Malaka ini dapat membuat anak berimajinasi membayangkan suasana pada zaman
dahulu di kabupaten Sanggau, seputar peristiwa serta tokoh-tokoh yang terdapat
dalam cerita tersebut.
7.
Menambah Wawasan
Anak-anak yang terbiasa mendengar
cerita dari orang tuanya (penutur) biasanya akan bertambah perbendaharaan kata,
ungkapan, watak orang, sejarah, sifat baik, sifat buruk, teknik bercerita, dan
lain sebagainya. Jadi, cerita Lela Bujang
Malaka yang diceritakan kepada anak berfungsi untuk menambah wawasan anak
berupa perbendaharaan kata, ungkapan, karakter orang, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Berdasarkan
pendekatan strukturalisme terhadap cerita rakyat kabupaten Sanggau Lela Bujang Malaka dapat disimpulkan
sebagai berikut.
a.
Tokoh
yang terdapat dalam cerita Lela Bujang
Malaka, yaitu sang raja Malaka, kedua anak raja Malaka (si kakak dan si
adik), para pengikut si adik, raja Sanggau, senopati dan hulubalang kerajaan
Sanggau, serta rakyat Sanggau.
b.
Tokoh
raja Malaka, si adik, raja Sanggau beserta hulubalang, senopati dan rakyat
Sanggau merupakan tokoh yang berwatak protagonis atau baik. Sementara si kakak
memiliki watak antagonis atau jahat.
c.
Alur
atau plot yang terdapat dalam cerita Lela
Bujang Malaka adalah alur maju atau progresif.
d.
Latar
tempat yang terdapat dalam cerita Lela
Bujang Malaka, yaitu kerajaan Malaka (di negeri Malaka), Batu Ampar (Pontianak),
sungai Kubu dan sungai Kapuas, Pulau Jambo (Labai Lawai/Tayan), kerajaan
Sanggau (di negeri Sanggau), sungai Sekayam, tanah Mengkiang, Pancur Aji, dan
Tanjung Kerosik. Adapun latar suasana yang dilukiskan dalam cerita tersebut,
yaitu sedih, marah, ketakutan, mengerikan, cemas, ketegasan, kelegaan, dan
kegembiraan. Sementara latar waktu dalam cerita Lela Bujang Malaka tidak ada.
e.
Sudut
pandang yang digunakan dalam cerita Lela
Bujang Malaka adalah sudut pandang orang ketiga.
2.
Cerita
rakyat kabupaten Sanggau Lela Bujang
Malaka memiliki beberapa fungsi di antaranya sebagai berikut.
a.
Sebagai
pengantar tidur
b.
Sebagai
hiburan
c.
Sebagai
sarana menanamkan nilai-nilai kehidupan
d.
Sebagai
penghilang rasa jenuh
e.
Sebagai
sarana untuk mengetahui peristiwa yang terjadi di masa lampau
f.
Mengembangkan daya imajinasi
g.
Menambah wawasan
B.
Saran
Sebagai negara yang majemuk, Indonesia tentu saja memiliki beragam cerita
rakyat yang berasal dari beragam daerah. Sebagai generasi muda, tugas kitalah
yang melestarikan beragam cerita rakyat tersebut agar generasi selanjutnya bisa
meneruskan langkah awal pelestarian sastra daerah yang telah dilakukan. Akan
lebih baik apabila setiap orang mau berinisiatif mengumpulkan beragam cerita
rakyat yang berasal dari daerahnya.
DAFTAR PUSTAKA
M.S, Wuradji, dkk. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT Hanindita Graha Widya.
Organisasi.Org Komunitas &
Perpustakaan Online Indonesia. 2010. Kegunaan/Fungsi/Manfaat
Dongeng Untuk Anak-Anak (Cerita
Sebelum Tidur).(Online).(http://organisasi.org/kegunaan-fungsi-manfaat-dongeng-untuk-anak-anak-cerita
sebelum-tidur).
Syam, Christanto. 2010. Pengantar ke Arah Studi Sastra Daerah. Pontianak: Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura.
Z.F, Zulfahnur. Sayuti Kurnia dan Zuniar Z. Adji. 1996. Teori Sastra. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru
SLTP Setara D-III Tahun 1996/1997.